Peranan Ketahanan pangan Dalam
pembangunan Perekonomian Indonesia
Ditujukan Untuk Memenuhi
Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Ilmu Pangan Dan Gizi
Disusun oleh
Pram Bama Maulana
1209706027
Agrotechnology
Fakultas
Sains dan Teknologi
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2011
KATA
PENGANTAR
Segala puji
bagi Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan kesabaran, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat
serta salam kami sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan warna ilahiah dalam peradaban manusia, kepada
keluarganya, sahabat sahabatnya, hingga kepada kita selaku umatnya. Adapun isi
dari makalah ini berkenaan tentang.Makalah ini diajukan dalam rangka melengkapi
tugas Pengelolaan Air.
Kami menyadari
betul bahwa makalah ini banyak menemukan kesulitan dan hambatan serta kekurangan tetapi,
berkat anugrah dari Allah Yang Maha Pengasih kami dapat menyelesaikan makalah
ini. Kesulitan dan hambatan dapat teratasi dengan baik. Atas dasar itulah kami mengucapkan terima
kasih. Kritik dan saran yang membangun kami
tunggu demi perbaikan makalah ini. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.
Bandung, 08 Oktober 2011
Penulis
Peranan Ketahanan pangan Dalam pembangunan
Perekonomian Indonesia
Latar
Belakang
Di
negara kita, kesulitan dalam penyeimbangan neraca pangan sudah dialami sebelum
awal krisis moneter terjadi pada pertengahan tahun 1997. Bahkan,
pemenuhan kebutuhan beras yang pernah diatasi secara swasembada pada tahun
1986, sampai saat sekarang ini ternyata tidak dapat dipertahankan. Menurut
data dari Badan Pusat Statistik tahun 1999 kita
telah mengimpor beras sebanyak 1.8 juta ton pada tahun 1995; 2.1 juta ton pada
tahun 1996; 0.3 juta ton pada tahun 1997; 2.8 juta ton pada tahun 1998; 4.7
juta ton pada tahun 1999. Di awal tahun 2000 kita bahkan dibanjiri dengan beras
impor yang diberitakan ilegal, sedangkan di awal tahun 2006 kita diramaikan
dengan keputusan pemerintah untuk mengimpor beras, yang dianggap tidak berpihak
kepada petani meskipun hal itu bukan merupakan issue baru dan disadari pula
bahwa petani kita pun merupakan konsumen beras. Bahkan, pada tahun ini kita
dirisaukan dengan impor benih padi yang konon tidak berjalan mulus pula sampai
ke tangan petani, padahal hasilnya diharapkan dapat mendongkrak produksi beras.
Ketahanan
pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan yang cukup, tetapi
juga kemampuan untuk mengakses (termasuk membeli) pangan dan tidak terjadinya
ketergantungan pangan pada pihak manapun. Dalam hal inilah, petani
memiliki kedudukan strategis dalam ketahanan pangan : petani adalah produsen
pangan dan petani adalah juga sekaligus kelompok konsumen terbesar yang
sebagian masih miskin dan membutuhkan daya beli yang cukup untuk membeli
pangan. Petani harus memiliki kemampuan untuk memproduksi pangan
sekaligus juga harus memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
pangan mereka sendiri. Disinilah perlu sekali peranan pemerintah dalam
melakukan pemberdayaan petani.
Kesejahteraan
petani pangan yang relatif rendah dan menurun saat ini akan sangat menentukan
prospek ketahanan pangan nasional. Kesejahteraan tersebut ditentukan oleh
berbagai faktor dan keterbatasan, diantaranya yang utama adalah :
a. Sebagian
petani miskin karena memang tidak memiliki faktor produktif apapun kecuali
tenaga kerjanya (they are poor becouse they are poor) , dalam hal ini
keterbatasan sumber daya manusia yang ada (rendahnya kualitas pendidikan yang dimiliki
petani pada umumnya) menjadi masalah yang cukup rumit, disisi lain kemiskinan
yang structural menjadikan akses petani terhadap pendidikan sangat minim.
b. Luas
lahan petani sempit dan mendapat tekanan untuk terus terkonversi. Pada umumnya petani di
Indonesia rata-rata hanya memiliki tanah kurang dari 1/3 hektar, jika dilihat
dari sisi produksi tentu saja dengan luas tanah semacam ini tidak dapat di
gunakan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari bagi petani.
c. Terbatasnya
akses terhadap dukungan layanan pembiayaan , ketersediaan modal perlu
mendapatkan perhatian lebih oleh pemerintah pada umumnya permasalahan yang
paling mendasar yang dialami oleh petani adalah keterbatasan modal baik balam
penyediaan pupuk atau benih.
d. Tidak
adanya atau terbatasnya akses terhadap informasi dan teknologi yang lebih baik
. petani di indonesia kebanyakan masih mengolah tanah dengan cara tradisional
hanya sebagaian kecil saja yang sudah menggunakan teknologi canggih.tentu saja
dari hasil aproduksinya sangat terbatas dan tidak bisa maksimal.
e.
Infrastruktur produksi (air, listrik, jalan, telekomunikasi) yang tidak
memadai . pertanian di indonesia mayoritas masih berada di wilayah pedesaan
sehingga akses untuk mendapatkan sarana dan prasarana penunjang seperti air,
listrik , kondisi jalan yang bagus dan telekomunikasi sangat terbatas
f. Struktur
pasar yang tidak adil dan eksploitatif akibat posisi rebut-tawar (bargaining
position) yang sangat lemah .
g.
Ketidak-mampuan, kelemahan, atau ketidak-tahuan petani sendiri.
Pembahasan
Pembangunan ketahanan
pangan pada hakekatnya adalah pemberdayaan masyarakat, yang berarti
meningkatkan kemandirian dan kapasitas masyarakat untuk berperan aktif dalam
mewujudkan ketersediaan, distribusi dan konsumsi pangan dari waktu ke
waktu. Masyarakat yang terlibat dalam pembangunan ketahanan pangan
meliputi produsen, pengusaha, konsumen, aparatur pemerintah, perguruan tinggi,
dan lembaga swadaya masyarakat.
Mengingat luasnya
substansi dan banyaknya pelaku yang terlibat dalam pengembangan sistem
ketahanan pangan, maka kerja sama yang sinergis dan terarah antar institusi dan
komponen masyarakat sangat diperlukan. Pemantapan ketahanan pangan hanya
dapat diwujudkan melalui suatu kerja sama yang kolektif dari seluruh pihak yang
terkait (stakeholders), khususnya masyarakat produsen (petani), pengolah,
pemasar dan konsumen pangan dan pemerintah.
Pengadaan pangan bagi
bangsa Indonesia hingga saat ini memang masih mengkhawatirkan. Padahal, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan telah
memberikan arahan bagaimana kita harus mencapai ketahanan pangan bagi bangsa
Indonesia.
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 mengatakan,bahwa Ketahanan pangan diwujudkan
bersama oleh masyarakat dan pemerintah dan dikembangkan mulai tingkat rumah
tangga. Apabila setiap rumah tangga Indonesia sudah mencapai tahapan ketahanan
pangan, maka secara otomatis ketahanan pangan masyarakat, daerah dan nasional
akan tercapai. Dengan demikian, arah pengembangan ketahanan pangan berawal dari
rumah tangga, masyarakat, daerah dan kemandirian nasional bukan mengikuti
proses sebaliknya.
Karena fokusnya pada
rumah tangga, maka yang menjadi kegiatan prioritas dalam pembangunan ketahanan
pangan adalah pemberdayaan masyarakat agar mampu menolong dirinya sendiri dalam
mewujudkan ketahanan pangan. Pemberdayaan masyarakat tersebut diupayakan
melalui peningkatan kapasitas SDM agar dapat secara bersaing memasuki pasar
tenaga kerja dan kesempatan berusaha yang dapat menciptakan dan meningkatkan pendapatan
rumah tangga.
Proses pemberdayaan
tersebut tidak lagi menganut pola serapan, tetapi didesentralisasikan sesuai
potensi dan keragaman sumberdaya wilayah. Demikian pula kesempatan berusaha
tidak harus selalu pada usahatani padi (karena dengan luas lahan sempit tidak
mungkin dapat meningkatkan kesejahteraannya), tetapi juga pada usaha tani non
padi perlu dikembangkan. Dalam kaitannya dengan itu, upaya peningkatan
ketahanan pangan tidak perlu terfokus pada pengembangan pertanian (dalam arti
primer), tetapi diarahkan pada sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing,
berkelanjutan, berkerakyatan dan terdesentralisasi.
Dengan
adanya peningkatan pendapatan, maka daya beli rumah tangga mengakses bahan
pangan akan meningkat. Kemampuan membeli tersebut akan memberikan
keleluasaan bagi mereka untuk memilih (freedom to choose) pangan yang
beragam untuk memenuhi kecukupan gizinya. Karena itu upaya pemantapan ketahanan
pangan tidak dilakukan dengan menyediakan pangan murah, tetapi dengan
meningkatkan daya beli.
Dalam
konteks inilah maka membangun kemandirian pangan pada tingkat rumah tangga
ditempuh dengan membangun kemampuan (daya beli) rumah tangga tersebut untuk
memperoleh pangan (dari produksi sendiri ataupun dari pasar) yang cukup,
bergizi, aman dan halal, untuk menjalani kehidupan yang sehat dan produktif.
Dengan demikian menghasilkan sendiri kemampuan memperoleh peningkatan
pendapatan (daya beli) secara berkelanjutan. Dalam kaitan ini, maka kebebasan
mengatur perdagangan pangan di daerah tidak perlu dibatasi, tetapi didorong dan
diarahkan agar memberi manfaat yang optimal bagi konsumen dan produsen pangan
di daerah yang bersngkutan sehingga kemandirian pangan akan dapat diwujudkan.
ARAH
PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN MASA DATANG
Secara teoritis arah pembangunan secara umum adalah untuk
memaksimumkan kesejahteraan sosial (social welfare) yang harus memenuhi empat
komponen tujuan utama, yakni pertumbuhan, pemerataan, kelestarian, hak asasi
manusia. Oleh karena itu dalam pembangunan pertanian tujuan utama ini dicoba
akan diwujudkan sesuai dengan potensi dan peluangnya. Berdasarkan identifikasi
masalah dan isu pembangunan pertanian sesuai dengan tuntutan demokratisasi dan
globalisasi tersebut, maka dapat dibuat arah pembangunan pertanian pada masa
datang.. Arah pembangunan pertanian tersebut dirumuskan dalam bentuk visi,
misi, tuan dan strategi pembangunan pertanian Visi Visi pembangunan pertanian
adalah membangun petani melalui bisnis pertanian yang modern, efisien, dan
lestari yang terpadu dengan pembanguna wilayah. Ciri-ciri dari visi ini adalah
:
(a)
Membangun petani mengandung pengertian prioritas pembangunan pertanian harus
mendahulukan kesejahteraan petani dalam arti luas sehingga mampu menumbuh
kembangkan partisipasi petani dan mampu meningkatkan keadaan sosial-ekonomi
petani melalui peningkatan akses terhadap teknologi, modal, dan pasar.
(b)
Bisnis pertanian mengandung pengertian pertanian harus dikembangkan dalam suatu
sistem agribisnis pertanian mulai dari bisnis input produksi, hasil produksi
pertanian, deversifikasi usaha pertanian, serta bisnis hasil olahannya yang
mampu akses ke pasar internasional. Melalui aktifitas agribisnis pertanian yang
lebih luas ini diharapkan mampu lebih meningkatkan peran pertanian terhadap
pembangunan nasional baik terhadap penyerapan tenaga kerja, pendapatan
nasional, perolehan devisa, maupun peningkatan gizi masyarakat
(c)
Modern mengandung pengertian menggunakan teknologi yang dinamis dan spesifik
lokasi pengembangan sesuai dengan tutuntan zaman.
(d)
Efisien mengandung pengertian mampu berdaya saing di pasar internasional yang
dicirikan pada pengembangan yang didasarkan sumberdaya yang mempunyai
keunggulan komparatif dan berkualitas tinggi
(e)
Lestari mengandung pengertian menggunakan sumberdaya yang optimal dan tetap
memperhatikan aspek kelestarian sumberdaya pertanian.
(f)
Terpadu dengan pembangunan wilayah mengandung pengertian pembangunan pertanian
harus didukung oleh pembangunan wilayah baik pembangunan infrastruktur maupun
pembangunan sosial ekonomi kemasyarakatan.
Misi
Berdasarkan visi pembangunan tersebut, maka misi pembangunan pertanian dapat dirumuskan sebagai berikut:
Berdasarkan visi pembangunan tersebut, maka misi pembangunan pertanian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Memfasilitasi dan mengembangkan pusat-pusat petumbuhan komoditas unggulan yang
berdaya saing yang terorganisasi oleh organisasi ekonomi petani dalam system
agribisnis
2.
Memodernisasi sektor pertanian sebagai aktifitas bisnis berspektrum luas mulai
dari bisnis input produksi, deversifikasi usaha pertanian, penangan pasca
panen, serta bisnis hasil olahannya yang mampu akses ke pasar internasional
melalui inovasi teknologi spesifik lokasi dan ramah lingkungan
3.
Memfasilitasi dan mendorong peningkatan kualitas sumberdaya manusia baik aparat
pemerintah, maupun pelaku agribisnis khususnya petani melalui pengetahuan dan
ketrampilan petani pada setiap pusat pertumbuhan agribisnis melalui sekolah
pertanian lapang dengan melibatkan perguruan tinggi dan libang-litbang
pertanian
4.
Memfasilitasi dan mendorong berkembangnya usaha-usaha agroindustri hulu maupun
pengolahan hasil dengan prioritas skala kecil di setiap wilayah
5.
Memfasilitasi dan mendorong keterpaduan pembangunan agribisnis dengan
pembangunan wilayah baik pembangunan infrastruktur maupun pembangunan sosial
ekonomi kemasyarakatan.
6.
Memfasilitasi dan mendorong citra produk-produk pertanian Indonesia melalui
promosi di pasar internasional
Tujuan
1. Meningkatkan kesejahteraan petani terutama kelompok masyarakat yang mata pencahariannya berkaitan langsung dengan sumberdaya pertanian.
1. Meningkatkan kesejahteraan petani terutama kelompok masyarakat yang mata pencahariannya berkaitan langsung dengan sumberdaya pertanian.
2.
Meningkatkan keunggulan komparatif dan kompetitif produk agribisnis baik produk
primer maupun olahan, sehingga mampu berdaya saing di pasar internasional
3.
Meningkatkan posisi tawar petani melalui penguatan kelembagaan petani dan
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petani sehingga mampu meningkatkan
berpartisipasi dan aksesibilitas terhadap inovasi teknologi, perkreditan,
informasi pasar, kelestarian sumberdaya dalam pengelolaan sumberdaya pertanian.
4.
Meningkatkan kesempatan kerja di wilayah melalui pengembangan agroindustri
skala kecil
5.
Mewujudkan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman sumberdaya
lokal
6.
Menjadikan sektor pertanian sebagai pusat pertumbuhan khususnya pada
wilayah-wilayah berbasiskan sumberdaya pertanian
7.
Meningkatkan layanan informasi teknologi, perkreditan, sarana produksi dan prasarana
pertanian kepada petani
8.
Menjaga dan meningkatkan kualitas sumberdaya pertanian
Kebijakan
Dapat
kita lihat sampai sekarang ini program pemerintah dalam kaitanya dengan
pembangunan ketahanan pangan masih belum bisa memenuhi kebutuhan masyarakat pada
umumnya, pembangunan ketahanan pangan yang ada masih bersifat pada tataran
makro saja pemenuhan pangan pada tingkatan unit masyarakat terkecil masih
terkesan terabaikan. Untuk mengatasi hal itu semua ada Berbagai upaya
pemberdayaan untuk peningkatan kemandirian masyarakat khususnya pemberdayaan
petani dapat dilakukan melalui :
Pertama,
pemberdayaan dalam pengembangan untuk meningkatkan produktivitas dan daya
saing. Hal ini dapat dilaksanakan melalui kerjasama dengan penyuluh dan
peneliti. Teknologi yang dikembangkan harus berdasarkan spesifik lokasi
yang mempunyai keunggulan dalam kesesuaian dengan ekosistem setempat dan
memanfaatkan input yang tersedia di lokasi serta memperhatikan keseimbangan
lingkungan.
Pemberdayaan
masyarakat melalui pengembangan teknologi ini dapat dilakukan dengan
memanfaatkan hasil kegiatan penelitian yang telah dilakukan para
peneliti. Teknologi tersebut tentu yang benar-benar bisa dikerjakan
petani di lapangan, sedangkan penguasaan teknologinya dapat dilakukan melalui
penyuluhan dan penelitian. Dengan cara tersebut diharapkan akan
berkontribusi langsung terhadap peningkatan usahatani dan kesejahtraan petani.
Kedua,
penyediaan fasilitas kepada masyarakat hendaknya tidak terbatas pebngadaan
sarana produksi, tetapi dengan sarana pengembangan agribisnis lain yang
diperlukan seperti informasi pasar, peningkatan akses terhadap pasar,
permodalan serta pengembangan kerjasama kemitraan dengan lembaga usaha lain.
Dengan
tersedianya berbagai fasilitas yang dibutuhkan petani tersebut diharapkan
selain para petani dapat berusaha tani dengan baik juga ada kepastian pemasaran
hasil dengan harga yang menguntungkan, sehingga selain ada peningkatan
kesejahteraan petani juga timbul kegairahan dalam mengembangkan usahatani.
Ketiga,
Revitalitasasi kelembagaan dan sistem ketahanan pangan masyarakat. Hal ini bisa
dilakukan melalui pengembangan lumbung pangan. Pemanfaatan potensi bahan pangan
lokal dan peningkatan spesifik berdasarkan budaya lokal sesuai dengan
perkembangan selera masyarakat yang dinamis.
Revitalisasi
kelembagaan dan sistem ketahanan pangan masyarakat yang sangat urgen dilakukan
sekarang adalah pengembnagan lumbung pangan, agar mampu memberikan kontribusi
yang lebih signifikan terhadap upaya mewujudkan ketahanan pangan. Untuk itu
diperlukan upaya pembenahan lumbung pangan yangb tidak hanya dakam arti fisik
lumbung, tetapi juga pengelolaannya agar mampu menjadi lembaga penggerak
perekonomian di pedesaan.
Pemberdayaan
petani untuk mencapai ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani
seperti diuraikan diatas, hanya dapat dilakukan dengan mensinergikan semua
unsur terkait dengan pembangunan pertanian. Untuk koordinasi antara instansi
pemerintah dan masyarakat intensinya perlu ditingkatkan.
Di
sisi lain berdasarkan pendekatan sistem pangan, strategi pencapaian ketahanan
pangan juga dapat ditempuh melalui berbagai kebijakan di setiap
subsistemnya, di antaranya sebagai berikut:
Subsistem
konsumsi pangan
Di
subsistem konsumsi (masyarakat konsumen) pangan, kebijakan peningkatan
pendapatan dan daya beli masyarakat ditempuh dengan strategi penciptaan lapang
kerja baru dan, khususnya oleh pemerintahan yang sekarang, pelaksanaan
program subsidi langsung tunai (SLT) bagi rakyat yang miskin; kebijakan
diversifikasi pangan dan perbaikan kebiasaan makan ditempuh melalui strategi
pencarian komoditi pangan alternatif; kebijakan perbaikan/promosi
kesehatan.ditempuh dengan strategi perbaikan gizi; kebijakan mutu pangan
ditempuh melalui strategi penyelenggaraan sistem jaminan mutu pangan. Khusus
mengenai strategi penciptaan lapangan kerja baru, kebijakan pemerintah
dalam peningkatan keterampilan masyarakat untuk masuk di pasar kerja
ditempuh dengan strategi pembangunan diklat. Namun, kebijakan makro ekonomi
perlu mendukung hal ini, misalnya berupa kemudahan akses permodalan yang
terbuka bagi para usahawan baru terhadap dana kredit dari bank. Kenyataan di
lapang menunjukkan bahwa kebijakan Bank Indonesia untuk mencapai hal ini tidak
selalu bersesuaian dengan kebijakan bank-bank
umum di aspek yang sama. Dalam konteks penyediaan lapangan kerja, pemerintah
kita juga memberikan kesempatan kepada kalangan generasi mudanya untuk bekerja
di luar negeri.
Subsistem
produksi pangan
Di
subsistem produksi pangan stratum on farm, kebijakan intensifikasi pertanian
yang diutamakan untuk produksi padi masih perlu dipertahankan karena status
padi sebagai komoditi yang berimplikasi politis, yakni melalui strategi
teknologi, ekonomi, rekayasa sosial, dan nilai tambah
yang diterapkan dalam praktek produksi. Kebijakan ekstensifikasi pertanian
ditempuh melalui strategi penetapan wilayah pengembangan dan pewilayahan
pertanian. Dengan strategi ini dilakukan pembangunan lahan-lahan pertanian baru
untuk produksi pangan, baik berupa lahan kering maupun lahan basah
(sawah) yang dikaitkan dengan kegiatan transmigrasi. Dalam subsektor
hortikultura, ditempuh strategi pembangunan, pemantapan, dan pengembangan
sentra produksi buah-buahan unggulan yang dikaitkan dengan pembangunan kebun
induknya. Kebijakan rehabilitasi pertanian ditempuh sejalan dengan
strategi penetapan komoditi prioritas, yakni rehabilitasi jaringan
irigasi sebagai bagian dari strategi peningkatan produksi padi; rehabilitasi
kebun bibit sebagai bagian dari strategi pengembangan buah-buahan prospektif.
Kebijakan diversifikasi pertanian dilaksanakan melalui strategi diversifikasi
horizontal dengan rekayasa sistem pertanian terpadu yang melibatkan usaha tani
tanaman, ternak, dan atau ikan secara komplementer dan sinergis, sesuai dengan
kondisi agroklimat lahannya.
Dalam
stratum off-farm, kebijakan di subsistem produksi ditempuh melalui strategi
pengembangan industri pertanian (agroindustri), khususnya teknologi
pengolahan pangan yang dapat menghasilkan beragam produk yang dapat mendorong
konsumen melaksanakan diversifikasi konsumsi pangan dan berdaya saing kuat di
pasar global. Pengembangan industri pengolahan pangan tersebut juga akan
menciptakan diversifikasi pertanian secara vertikal yang mampu memberikan nilai
tambah bagi komoditi pertanian yang diusahakan.
Subsistem
peredaran pangan
Di
subsistem peredaran (pengadaan dan distribusi) pangan, kebijakan
pengelolaan cadangan pangan dan stabilisasi harga pangan dijalankan
khususnya untuk komoditi beras. Untuk komoditi ini, kebijakan pengelolaan
cadangan pangan ditempuh dengan penerapan strategi pengendalian ekspor dan
impor dan penetapan lama persediaan beras cadangan yang aman untuk ketahanan
pangan. Kebijakan stabilisasi harga beras ditempuh, jika perlu, dengan strategi
penetapan harga dasar gabah dan harga tertinggi dan intervensi pasar beras
dengan mempertimbangkan harga beras di pasaran internasional. Kebijakan
pengembangan pasar komoditi ditempuh dengan melaksanakan strategi penciptaan
iklim usaha agribisnis yang kompetitif, dengan pengaturan tata niaganya yang tidak
menghambat mekanisme pasar sempurna. Dalam konteks pencapaian mekanisme pasar
sempurna, perlu pertimbangan yang memadai agar strategi untuk stabilisasi harga
beras tidak mengganggu pengaturan tata niaganya tersebut.
Kesimpulan
Sistem
pangan nasional harus dibangun menuju ketahanan pangan nasional yang berbasis
pada penyediaan pangan di tingkat individu. Paradigma
baru dalam pembangunan sistem pangan nasional ini akan menjamin ketahanan
pangan di tingkat rumah tangga, lokal, regional, dan nasional. Meskipun
demikian, mengingat demikian kompleks permasalahan yang tercakup, ketahanan
pangan di kelima jenjang itu hendaknya dibangun secara bersamaan.
Ketahanan
pangan nasional bermakna pengadaan pangan nasional (yakni penyediaan pangan
secara nasional), dan distribusi pangan nasional (yakni penyediaan pangan di
setiap individu). Kedua makna ini menuntut adanya kebijakan pangan
secara nasional yang dipegang wewenangnya oleh pemerintah pusat (yang berfungsi
steering) dan kebijakan pangan secara regional, lokal, rumah tangga, dan
individu yang dipegang wewenangnya oleh pemerintah daerah otonom
(kabupaten/kota, yang berfungsi rowing).
Fungsi
steering oleh pemerintah pusat berupa arah pembangunan ketahanan pangan sebagai
komponen yang penting bagi kesejahteraan dan keutuhan bangsa Indonesia. Dalam
konteks ini, kelak diperlukan adanya evaluasi, apakah lembaga atau
lembaga-lembaga tinggi negara yang kini ada telah cukup berhasil dengan efisien
memantapkan ketahanan pangan, sebagaimana yang diharapkan, misalnya, oleh salah
satu peran sektor pertaniannya dalam rangka revitalisasi pertanian, perikanan,
dan kehutanan.
Fungsi
rowing oleh pemerintah daerah otonom berupa keberlanjutan koordinasi
antarlembaga terkait yang mendukung ketercapaian ketahanan pangan bagi setiap
individu bangsa Indonesia yang bertempat tinggal di daerah otonom tersebut.
Dalam konteks ini, perlu dievaluasi pula, seberapa besar kebijakan pemerintah
daerah dalam mendorong dan memfasilitasi sektor swasta untuk berperan dalam
pembangunan ketahanan pangan bagi sesama bangsanya.
Daftar
Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar